Pages

Jumat, 28 Desember 2012

TULISAN 3 PENGANTAR BISNIS



PENGANTAR BISNIS
















KELAS   : 1EB20
1.Dwi Lillah (22212290)
2.Fifi Latifah (22212931)
3.Regita Shandra Nirwana (26212088)
4.Risma Ferda Fathir (26212471)
5.Sherli Diah Ayu Lana (26212979)




PENDAHULUAN
CSR (Corporate Sosial Responsibility) merupakan salah satu program yang telah disepakati oleh semua perusahaan sebagai tanggung jawab mereka terhadap sosial/lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada. Contoh bentuk tanggung jawab itu bermacam-macam, mulai dari melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perbaikan lingkungan, pemberian beasiswa untuk anak tidak mampu, pemberian dana untuk pemeliharaan fasilitas umum, sumbangan untuk desa/fasilitas masyarakat yang bersifat sosial dan berguna untuk masyarakat banyak, khususnya masyarakat yang berada di sekitar perusahaan tersebut berada. Wacana Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) yang kini menjadi isu sentral yang semakin populer dan bahkan ditempatkan pada posisi yang terhormat. Karena itu kian banyak pula kalangan dunia usaha dan pihak-pihak terkait mulai merespon wacana ini, tidak sekedar mengikuti tren tanpa memahami esensi dan manfaatnya. Program CSR merupakan investasi bagi perusahaan demi pertumbuhan dan keberlanjutan (sustainability) perusahaan dan bukan lagi dilihat sebagai sarana biaya (cost centre) melainkan sebagai sarana meraih keuntungan (profit centre). Program CSR merupakan komitmen perusahaan untuk mendukung terciptanya pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Disisi lain masyarakat mempertanyakan apakah perusahaan yang berorientasi pada usaha memaksimalisasi keuntungan-keuntungan ekonomis memiliki komitmen moral untuk mendistribusi keuntungan-keuntungannya membangun masyarakat lokal, karena seiring waktu masyarakat tak sekedar menuntut perusahaan untuk menyediakan barang dan jasa yang diperlukan, melainkan juga menuntut untuk bertanggung jawab sosial. Semenjak keruntuhan rezim diktatorat Orde Baru, masyarakt semaikn berani untuk beraspirasi dan mengekspresikan tuntutanny terhadap perkembangan dunia bisnis Indonesia. Masyarakt telah semakin kritis dan mampu melakukan filterisasi terhadap dunia usaha yg tengah berkembang di tengah masyarakt ini. Hal ini menuntut para pelaku bisnis utk menjalankan usahany dengan semakin bertanggungjawab. Pelaku bisnis tidak hanya dituntut utk memperoleh capital gain atau profit dari lapangan usahanya, melainkan mereka juga diminta utk memberikan kontribusi-baik materiil maupun spirituil- kepada masyarakat dan pemerintah.









CSR, Kebutuhan, Kewajiban dan Keuntungan
CSR pada dasarnya memiliki kerinduan yg sama; ingin menjalankan bisnis dengan lebih bermartabat, dengan konsekuensi akan mengurangi profit. Pengusaha seharusnya menjalankan bisnis tidak semata untuk profitability melainkan lebih dari itu, sustainability. Kesadaran utk menjalankan bisnis bukan sekedar utk mencari profit semata, masih minim dimiliki oleh sebagian pelalku bisnis di Indonesia. Padahl, justru faktor kesinambungan tadi yg sangat menetukan masa depan sebuah usaha. Ambil contoh, jika Anda seorang pengelola usaha, maka Anda punya pilihan untuk mendapatkan keuntungan 30% dan 10%. Agar mendapatkan keuntugn 30%, Anda harus rajin tuk melobi para pejabat, menjilat para atasan, mengelabui mitra usaha, dan mengesampingkan social responsibilty. Tetapi, risikonya bisnis Anda paling banter hanya mampu bertahan selama 5 tahun, karena banyaknya masalah yg timbul dari praktik usaha semacam itu. Namun, jika Anda memilih keuntungan yg lebih sedikit, 10% tetapi dengan memperhatikan etika bisnis serta mempunyai social responsibility yg besar, bisnis Anda notabene akan dapat berjalan dengan baik. Peluang untuk hidup dan berkompetisi dalam jangka panjang pun akan lebih terjamin. Toh, masayarakt kita bukanlah masyarakat yg masih dapat dibodohi oleh sisi eksternal perusahaan, masyarakt ini lebih kritis dan peka terhadap kinerja dan kontribusi perusahaan terhadap dunia luar.Masalahnya semakin rumit ketika tetap saja para pelaku dan investor berpijak pada stereotipe bahwa CSR tidak profitable, tidak berdampak langsung terhadap peningkatan pendapatan perusahaan. Mereka cenderung ingin yang instan, langsung mendapat profit besar, tanpa peduli terhadap masalah2 eksternal perusahaan. Selain itu, investor juga terlalu menginginkan realisasi investasi mereka utk sektor riil-dalam artian benar2 berdampak langsung terhadp peningkatan pendapatan-. Padahal, CSR memiliki dimensi yg jauh lebih rumit dan kompleks dari sekedar analisis rug-laba. Pengenalan terhadaap budaya setempat atau analisis terhadap need assesment semestinya menjadi hal krusial yg mesti dilakukan. Poin inilah yg terkadang menyebabkan crash kepentingan, sehingga dunia usaha terkadang merasa program CSR bukanlah kompetisi mereka. Paradigma mengenai kontribusi pajak perusahaan terhadap negara semakin menambah runyam masalah ini. Ada beberapa kalangan yg menilai jika masalah sosial hanya merupakan tanggungjawab negara saja, dunia usaha cukup membayar pajak utk memberikan kontribusi terhadap masyarakt. Pemikiran ini sudah tidak relevan, justru perusahaan yg akan memenagkan kompetisi global adalah perusahaan yg memiliki kemampuan public relation yg baik, salah satunya dapat dicapai dengan mencanangkan program CSR yg terintegrasi sebgai standar kebijakan dan strategi bisnis mereka. Lagipula, dengan adanya anggapan bahwa dunia usaha merupakan bagian yg terintegrasi dalam masyarakt, sudah sepatutnya jika dunia usaha berkewajiban utk membantu menyelesaikan masalah sosial yg ada dalam kehidupan bermasyarakat. Selain itu, semestinya dunia usaha tidak mengganggap CSR sebagai kewajiban yg memaksa, sebagai refleksi dari tuntutan masyarakat terhadap dunia usaha yg jika tidak dilakukan akan berdampak adanya anarkisme, vandalisme, maupun bentuk2 kegiatan represif dari masyarakat. Sebalikny, dunia usaha harus menjadikan program CSR sebagai kebutuhan, yg jika tidak dilakukan akan mempengaruhi kinerja perusahaan.
Pada banyak literature mengenai CSR, tidak disebutkan bahwa CSR hanya untuk perusahaan yang terkait dengan eksploitasi sumber daya alam saja, namun CSR adalah merupakan bagian dari kegiatan perusahaan dalam membangun citra perusahaan (Building image). CSR dilakukan sebagai upaya untuk mendapatkan manfaat jangka panjang bagi perusahaan berupa kepercayaan dan loyalitas customers. Dengan kegiatan CSR sedemikian rupa, diharapkan customers dapat memberikan kontribusi pada peningkatan daya saing perusahaan, apakah perusahaan tersebut listing di bursa saham atau tidak. Implementasi CSR diperusahaan tidak akan berjalan dengan baik manakala implementasinya berseberangan dengan kepentingan para stakeholder. Implementasi CSR, bagi stakeholder diharapkan tidak mengurangi kepentingannya, seperti stockholder misalnya, tentunya tidak menginginkan laba perusahaan berkurang karena dikurangi oleh biaya implementasi CSR. Untuk itu pelaksanaan CSR di sektor swasta dimungkinkan akan menghadapi kendala-kendala, terutama manakala terjadi perbedaan persepsi dan kepentingnan antara manajemen dengan stakeholders, khususnya pemegang saham. Persamaan persepsi dan kepentingan yang terstruktur secara jelas, serta benefit jangka panjang yang dikalkulasi secara tepat, dapat mengurangi gap kepentingan antara manajemen dan stakeholders. Permasalahan perusahaan dengan masyarakat, berupa aksi perusakan asset perusahaan, serta demo karyawan terhadap perusahaan, dapat dijadikan sebagai salah satu parameter mengenai pelaksanaan tanggungjawab social perusahaan. Untuk itu CSR tidak hanya pada aspek eksternal perusahaan saja seperti kualitas sumber daya lingkungan, social kemasyarakat sekitar perusahaan dll, tetapi juga pada aspek internalnya. Aspek internal dapat berupa aspek-aspek kepersonaliaan dalam perusahaan.
Perusahaan-perusahan yang telah mengintegrasikan implementasi CSR dalam budaya perusahaannya (Corporate culture) terbukti mendapatkan apresiasi yang baik dari masyarakat sekitar dan dari para karyawannya, serta mendapatkan kepercayaan dan loyalitas customer yang lebih tinggi. Walaupun kepercayaan dan loyalitas ini diperoleh dengan investasi yang tidak sedikit dan dalam jangka panjang benefit tersebut baru dapat dirasakan. Dengan demikian CSR merupakan suatu bagian dari Goodcorporate governance yang menganggap lingkungan, masyarakat dan karyawan sebagai suatu kontributor dalam mempertahankan kelangsungan perusahaan. Salah satu contoh untuk proses akselerasi pembangunan yang diharapkan pemerintah didaerah-daerah sekitar industri, dapat difasilitasi oleh kegiatan CSR perusahaan berupa pelatihan-pelatihan keterampilan bagi masyarakat sekitar. Melalui pelatihan keterampilan ini perusahaan diuntungkan dengan tersedianya tenaga terampil disekitar perusahaan, sehinga manakala dibutuhkan tambahan tenaga dengan keterampilan khusus, perusahaan tidak kesulitan karena supply telah tersedia. Disisi masyarakat peningkatan keterampilan tentunya dapat membuka peluang untuk mendapatkan penghasilan. Dari sudut pandang pemerintah, maka pengangguran sedikit demi sedikit dapat direduksi, bahkan pemerintah tidak perlu biaya untuk melakukan pelatihan-pelatihan. Rusaknya kualitas lingkungan tidak semerta-merta dirusak oleh perusahaan, mengingat banyak pihak terkait dengan kerusakan lingkungan tersebut. Kerusakan lingkungan alam, pada dasarnya tidak perlu terjadi, mengingat mekanisme pengendalian sudah dirasa cukup. Pada tahap awal pendirian perusahaan, ada mekanisme keharusan untuk membuat studi tentang analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL), belum lagi hamper setiap Departemen yang terkait dengan lingkungan alam memiliki pelaksana-pelaksana teknis khusus yang mengawasi kualitas lingkungannya. Tinggal sejauhmana aspek manusianya mampu menyajikan data secara factual, sehingga kerusakan lingkungan, gap kepentingan masyarakat dan perusahaan dapat dihindari, dan pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan lebih tepat serta proses akselerasi pembangunan dapat terjadi.
           






















PENUTUP
Kesimpulan :
  • Program CSR merupakan komitmen perusahaan untuk mendukung terciptanya pembangunan berkelanjutan (sustainable development)
  • Penerapan program CSR merupakan salah satu bentuk implementasi dari konsep tata kelola perusahaan yang baik (Good Coporate Governance). Konsep ini mencakup berbagai kegiatan dan tujuannya adalah untuk mengembangkan masyarakat yang sifatnya produktif dan melibatkan masyarakat didalam dan diluar perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung, meski perusahaan hanya memberikan kontribusi sosial yang kecil kepada masyarakat tetapi diharapkan mampu mengembangkan dan membangun masyarakat dari berbagai bidang.
  • Kegiatan CSR penting dalam upaya membangun citra dan reputasi perusahaan yang pada akhirnya meningkatkan kepercayaan baik dari konsumen maupun mitra bisnis perusahaan tersebut.
  • Sasaran dari Program CSR adalah: (1) Pemberdayaan SDM lokal (pelajar, pemuda dan mahasiswa termasuk di dalamnya); (2) Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat sekitar daerah operasi; (3) Pembangunan fasilitas sosial/umum, (4) Pengembangan kesehatan masyarakat, (5) Sosbud, dan lain-lain.
  • Kemitraan (partnership) antara korporasi dengan stakeholders menjadi suatu keharusan dalam lingkungan bisnis yang berubah. Dalam hal ini, korporasi perlu menginternalisasi masalah eksternal perusahaan secara terencana sehingga dapat mencegah kekagetan dan krisis yang dapat mengancam keberlangsungan kegiatan dan keberadaan korporasi.
  • Kemitraan dapat menghasilkan solusi antara argumen yang menekankan market atau profit (“the business of business is business” yang memprioritaskan shareholders) dengan argumen moral (atau Corporate Social Responsibility atau CSR yang memperhatikan stakeholders).
·         Implementasi CSR tidak terbatas pada organisasi profit oriented saja, tetapi juga pada organisasi-organisasi non profit oriented.
·         CSR bukan pula milik perusahaan yang bergantung atau berhubungan dengan sumber daya alam (unrenewable), tetapi pada semua perusahaan termasuk jasa (asuransi, Bank, Pendidikan dll).
·         CSR merupakan investasi jangka panjang, dimana diharapkan akan menumbuhkan loyalitas konsumen dalam jangka waktu yang panjang.
Daftar Pustaka

           


TULISAN 2 PENGANTAR BISNIS



PENGANTAR BISNIS













KELAS : 1EB20
1.Dwi Lillah (22212290)
2.Fifi Latifah (22212931)
3.Regita Shandra Nirwana (26212088)
4.Risma Ferda Fathir (26212471)
5.Sherli Diah Ayu Lana (26212979)




PENDAHULUAN

Pertambangan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian, penambangan (penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian (mineral, batubara, panas bumi, migas).
Paradigma baru kegiatan industri pertambangan ialah mengacu pada konsep Pertambangan yang berwawasan Lingkungan dan berkelanjutan, yang meliputi :
Ilmu Pertambangan : ialah ilmu yang mempelajari secara teori dan praktik hal-hal yang berkaitan dengan industri pertambangan berdasarkan prinsip praktik pertambangan yang baik dan benar (good mining practice).
Pertambangan di Indonesia
Menurut UU No.11 Tahun 1967, bahan tambang tergolong menjadi 3 jenis, yakni Golongan A (yang disebut sebagai bahan strategis), Golongan B (bahan vital), dan Golongan C (bahan tidak strategis dan tidak vital).[1] Bahan Golongan A merupakan barang yang penting bagi pertahanan, keamanan dan strategis untuk menjamin perekonomian negara dan sebagian besar hanya diizinkan untuk dimiliki oleh pihak pemerintah, contohnya minyak, uranium dan plutonium. Sementara, Bahan Golongan B dapat menjamin hayat hidup orang banyak, contohnya emas, perak, besi dan tembaga. Bahan Golongan C adalah bahan yang tidak dianggap langsung mempengaruhi hayat hidup orang banyak, contohnya garam, pasir, marmer, batu kapur dan asbes.



Pertambangan : Melarang Ekspor

                 Peluang bisnis pengolahan dan pemurnian mineral makin terbuka lebar. Hal ini seiring dengan penerbitan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral.
                 Implementasi aturan itu untuk mendongkrak kapasitas produksi logam di dalam negeri. Juga agar produk akhir pengolahan atau pemurnian menjadi bahan baku industri untuk kebutuhan dalam negeri. Selain itu, bisa member efek ganda secara ekonomi dan Negara serta meningkatkan penerimaan Negara. Ribuan tenaga kerja juga bakal terserap dalam industri ini.
                 Namun, beberapa pasal dalam peraruran itu dinilai meresahkan, menimbulkan ketidakpastian bagi para pelaku usaha pertambangan mineral. Pasal 21 Peraturan Menteri ESDM itu menegaskan, pemegang izin usaha pertambangan (IUP) operasi produksi dan pertambangan rakyat dilarang mengekspor bijih (bahan mentah atau ore) mineral paling lambat tiga bulan sejak aturan itu diterbitkan pada 6 Februari 2012.
                 Hal itu ditafsirkan sebagai percepatan pelarangan ekspor mineral dalam bentuk bahan mentah. Berarti terjadi tumpang tindih dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara, Pasal 170, bahwa pemegang kontrak karya yang sudah berproduksi wajib melaksankan pemurnian paling lambat lima tahun sejak UU itu diberlakukan.
                 Percepatan pelarangan ekspor barang tambang itu, menurut Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Industri (Kadin) Indonesia Bidang Perdagangan, Distribusi, dan Logistik Natsir Mansyur, bisa menghambat kinerja sektor pertambangan nasional. Jika pelarangan ekspor tadi berlaku tahun ini, ada potensi kehilangan ekspor senilai 23 miliar dollar AS per tahun. Ratusan ribu pekerja akan kehilangan mata pencarian.
Pemerintah memutuskan untuk memperbolehkan ekspor mineral (logam), setelah sebelumnya mendapat desakan dari pengusaha pertambangan. Namun, pemerintah akan memberlakukan bea keluar sebesar 20 persen. Bea keluar ini berlaku sama untuk 14 jenis tambang mineral yang dijelaskan dalam Permen ESDM No 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral dan Batubara Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral.
Menyikapi hal ini, pemerintah kemudian mengeluarkan kebijakan pengecualian ekspor. Pengusaha tambang diizinkan melakukan aktivitas ekspor tambang jika memenuhi beberapa syarat yang ditetapkan oleh pemerintah, antara lain harus mengirimkan proposal yang menjelaskan program mereka ke depan terutama perencanaan pembangunan smelter.
Lalu, perusahaan tambang diwajibkan untuk melunasi pajak perusahaan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (BNBP). Kemudian,perusahaan harus menandatangani pakta integritas yang berisi perjanjian akan menjaga lingkungan, dan pada 2014tidak lagi mengeskpor bahan mentah serta menyetujui bea ekspor sebesar 20 persen.
Penutup
·       Kesimpulan
     Pada saat ini proses ekpor akhirnya di perbolehkan  di karenakan  adanya desakan  dari pengusaha pertambangan  demi perencanaan pembangunan di kemudian hari. Akan tetapi proses ekpor hanya di naikan tidak lebih  dari 20 persen.

·       Daftar Pustaka
Ø   Koran Kompas edisi Kamis, 15 Maret 2012

TULISAN 1 PENGANTAR BISNIS



KELAS : 1EB20

1.Dwi Lillah (22212290)
2.Fifi Latifah (22212931)
3.Regita Shandra Nirwana (26212088)
4.Risma Ferda Fathir (26212471)
5.Sherli Diah Ayu Lana (26212979)
 



PENDAHULUAN
Polikultur ialah kegiatan pertanian yang melibatkan penanaman beberapa jenis tanaman di tanah pertanian untuk mendapat kepelbagaian tanaman. Aktivitas ini termasuk penanaman selingan, penanaman pelbagai, penanaman selangan, penanaman berganti dan penanaman mengikutalor. Cara menanam ini juga dapat meningkatkan penggunaan tanah dan masa dalam jangka masa tertentu.
Penanaman rumput penggembalaan ini menggunakan pola tanam murni hijauan makanan ternak yang memadukan antara bibit unggul rumput dengan legum. Dengan pola tanam ini diharapkan ternak dapat memperoleh nutrient yang lebih baik kerena tersedianya serat kasar yang didukung oleh ketersediaan protein dari legume.
Penanaman leguminosa pada suatu padang penggembalaan rumput asli dapat memberikan bantuan suplai nitrogen tanah, melalui pengikatan nitrogen udara oleh nodul. Pada padang rumput saja yang tidak dipupuk dan tidak ada pengembalian kotoran ternak, produksi bahan kering mencapai 2.240 kg/ha/tahun. Sedangkan dengan adanya penambahan leguminosa seperti Trifoliumrepens dan Trifolium pretense pada padang rumput dapat menaikan produksi hingga 11.200 kg/ha/tahun.
Salah satu contoh dari teknik polikultur adalah penanaman biji legume Centrosemapubescens dan pols rumput Brachiariadecumbens. Bahan tanam biji menghendaki tempat tumbuh yang halus, bersih dan mantap sehingga di perlukan pengolahan tanah dengan seksama. Kecambah sangat peka terhadap pengaruh lingkungan misalnya invasi gulma, hama dan penyakit, kekurangan air serta suhu yang tinggi. Oleh karena itu, penanaman akan dilaksanakan secara bertahap, dimulai dengan penanaman legume untuk memberikan kesempatan tumbuh bagi biji.
Pols diperoleh dari pecahan rumput-rumput yang sehat dan masih mengandung cukup banyak akar serta calon anakan baru. Sebelum ditanam, dilakukan pemangkasan 40% dari bagian vegetative (terutama daun) untuk menghindarkan penguapan yang berlebih sebelum akar dapat menyerap air. Pemangkasan juga dilakukan pada bagian akar untuk merangsang pertumbuhannya.
Pendekatan polikultur mirip pola di versifikasi (bertanam berbagai jenis tanaman). Bedanya pada polikultur bukan menanam semua tanaman baru, tetapi mengkombinasi tanaman asli dengan tanaman ekonomis lain sehingga populasi menjadi lebih padat dan beragam. Polikultur berbeda dengan tumpang sari, karena kombinasi tumpang sari umumnya pada tanaman semusim sedangkan polikultur merupakan kombinasi tanaman keras, tanaman semusim dan yang toleran hidup bersama tanaman keras secara berkelanjutan.


POLIKULTUR MENJANJIKAN
Budidaya rumput laut dengan pola polikultur mulai dikembangkan di Kabupaten Bekasi, di pantai utara Jawa Barat. Polikultur itu memadukan komoditas rumput laut jenis Gracilaria sp, udang windu dan ikan bandeng dalam tambak.
Di Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat ratusan ton rumput laut hasil polikultur mulai dipanen. Budidaya dengan polikultur diterapkan oleh 28 kepala keluarga pada tambak-tambak tradisional seluas total 60 hektar.
Penerapan pola polikultur rumput laut-udang windu-bandeng dapat menekan serangan penyakit pada udang. Sebelumnya, sebagian petambak telah mengembangkan polikultur ikan bandeng dan udang windu. Namun, perubahan cuaca menyebabkan udang windu sakit dan mati.
Dari setiap hektar lahan, produksi rumput laut kering berkisar 2 ton. Masa panen bervariasi, yakni rumput laut 45 hari, bandeng 6 bulan, dan udang windu 4 bulan.
Pendapatan bersih setiap petambak dari panen rumput laut mencapai Rp 2,5 juta per bulan. Pendapatan itu akan bertambah dari hasil panen udang windu dan bandeng.
Polikultur rumput laut-udang windu-bandeng diterapkan mulai tahun ini dilima kabupaten/kota di pantai utara (pantura) Jawa Barat, yaitu Kabupaten Cirebon, Kota Cirebon, Kabupaten Indramayu, Subang, Karawang, dan Bekasi.
Pembinaan sistem polikultur dilakukan oleh Yayasan Al Bahri melalui program Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Pesisir Pantura Jawa Barat. Hingga saat ini, luas lahan tambak rakyat untuk polikultur berkisar 271 hektar (ha) dengan 108 pembudidaya yang terlibat.
Harga rumput laut ditingkat petambak saat ini Rp 5.000- Rp 6.000 per kg, sedangkan ditingkat pabrik Rp 6.000- Rp 7.100 per kg. Rumput laut diserap pabrik memiliki tingkat rendemen (kadar air) sekitar 18 persen.
Usaha budidaya perikanan perlu didorong ditengah kondisi perikanan tangkap yang semakin tidak bisa diandalkan akibat penangkapan berlebih (overfishing). Pembangunan budidaya perikanan secara optimal dapat membangkitkan kehidupan masyarakat pesisir yang kini masih termajinalkan.
PENUTUP

·        Kesimpulan
Dengan menerapkan teknik polikultur lebih memudahkan para petambak untuk menekan harga dan mendapatkan keuntungan yang lebih.
·        DaftarPustaka


 

(c)2009 Risma Ferda Fathir's. Based in Wordpress by wpthemesfree Created by Templates for Blogger